Judul asli : JELANG ’KESYAHIDAN’ AMROZI CS Oleh Fauzan Al-Anshari(Direktur Lembaga Kajian Strategis Islam)
Pulau
Bali mempunyai nama lain sebagai pulau Dewata, karena memang dikaruniai
oleh Alloh SWT memiliki keindahan panorama alam, khususnya panorama di
pantai Kuta. Karena keindahannya, tidak mengherankan jika para wisatawan
selalu berdatangan silih berganti, baik wisatawan lokal (domestik)
maupun turis asing. Karena banyaknya wisatawan asing, sampai-sampai ada
tempat hiburan yang dikhususkan untuk para turis asing, yaitu Paddy’s
Bar dan Sari Club.
Pada
hari sabtu tanggal 12 Oktober 2002 menjelang tengah malam tiba-tiba
sebuah bom meledak di Paddy’s Bar tempat para turis asing berpesta pora.
Seketika itu juga aliran listrik padam, sehingga sepanjang jalan Legian
Kuta gelap gulita. Dalam hitungan detik sesaat kemudian muncul cahaya
terang yang memancar membentuk awan, semburan api raksasa terlihat
hampir bersamaan dengan terdengarnya ledakan dahsyat. Disusul dengan bom
kedua di Sari Club, yang efeknya terdengar sampai radius puluhan
kilometer, dan jaring-jaring bangunan berhamburan ke udara sampai 50
meter tingginya.
Indonesia
tersentak, tak menyangka akan terjadi targedi Bom Bali I tersebut,
sementara pemerintah Amerika – Israel – Australia dan pemerintah barat
lainnya tidak kaget atau pura-pura kaget atas kejadian yang
mengakibatkan sebagian warganya jadi korban. Sangat disayangkan,
pemerintah Indonesia tidak segera mengambil sikap, tidak seperti
pemerintah Amerika yang cepat membuat pernyataan “Amerika under Attack”
(Amerika sedang diserang) yang langsung diikuti penutupan akses keluar
dari Amerika, baik yang lewat udara maupun laut. Sementara pemerintah
Indonesia bingung, tidak tahu apa yang harus dan cepat dilakukan untuk
melindungi rakyatnya. Pintu ke luar masuk, baik jalur udara maupun laut
dibiarkan terbuka lebar, sehingga kalau ada dugaan keterlibatan pihak
asing, maka barang-barang bukti akan lenyap dibawa lari ke luar negeri.
Yang tersisa hanya bukti lokal, yang menyebabkan rakyatnya sendiri jadi
korban tuduhan.
Bom
jenis apa yang meledak di kedua tempat hiburan Paddy’s Bar dan Sari
Club? Siapa yang pantas tertuduh sebagai pelaku utamanya? Para pembaca
dipersilahkan untuk mengambil kesimpulan sendiri setelah membaca berita
dan cara penanganannya. Setelah bom meledak, dalam tempo 5 mikro-detik detonasi yang sangat dahsyat berupa gelombang tekan (shock wave)
berkekuatan satu juta kaki perdetik membongkar jalan yang berada di
depan Sari Club. Aspal, batu dan tanah dengan berat dua ton-an terlempar
berhamburan ke udara, sementara tanah dan pasir berputar ke segala arah
bak angin puting beliung, mampu memotong tubuh para turis menjadi
seperti mie kwetiau. Potongan-potongan tubuh manusia terserak
sampai beberapa blok jauhnya, sedang yang berada pada radius demosili
yang panjangnya 200-an meter akan tewas meski dengan tubuh utuh, tapi
tulang belulangnya patah dan remuk redam bak bandeng presto.
Ledakan
bom tersebut menewaskan 202 orang, melukai sekitar 300 orang,
menghancurkan 47 bangunan, beberapa mobil terlempar ke udara sampai enam
meter dan membakar ratusan mobil dari
berbagai merk dan jenis. Potongan-potongan besi bangunan juga
patah-patah dan bengkok oleh kuatnya tekanan ledak, kaca bangunan
beterbangan ke segala arah, getaran akibat ledakan bom bisa dirasakan
sampai radius 12 kilometer. Belum juga pihak kepolisian Indonesia
selesai mengadakan penyelidikan, tiba-tiba keluarlah beberapa pernyataan
dan tuduhan dari pihak pemerintahan Barat. Presiden AS George Walker
Bush sudah mendahului menuduh Al-Qaida sebagai dalangnya, yang akan
diamini oleh negara-negara barat yang lainnya. Sementara, Lembaga Studi
Pentagon dan Israel menuduh Jamaah Islamiyah yang melakukannya.
Dengan
munculnya beberapa pernyataan dari negara-negara kuat yang mendahului
hasil penyelidikan pihak kepolisian, sudah barang tentu sangat
mempengaruhi independensi dan obyektifitas proses penyelidikan
kepolisian Indonesia. Cecaran negara-negara barat tersebut jelas membuat
kepolisian Indonesia ketar–ketir dan ketakutan, karena merasa mendapat
intervensi. Walau masih tetap melakukan proses penyidikan dan
penyelidikan, tapi sudah tidak bisa mandiri lagi. Perhatikan dari
perkembangan pernyataan-pernyataan yang disampaikan pihak yang
berkompenten:
- Pada
hari awal pasca ledakan Tim Mabes Polri mengadakan kajian bersama
dengan Tim FBI, sudah berani membuat pernyataan: “Berdasarkan efek
ledakan bom, besar kemungkinan material yang digunakan dari jenis C-4,”
kata Kabag Humas Polri Irjen Polisi Saleh Saaf. Pernyataan tersebut
diperkuat oleh keterangan Kepala BIN AM Hendropriyono, ”Ya, salah satu
dari bom yang dipakai adalah C-4,” disampaikan saat berkunjung ke TKP
tanggal 19 Oktober 2002.
- Mark Ribband seorang ahli dan praktisi eksplosif Inggris mengatakan kepada AFP
(15/10/02): “Bom C-4 memang diproduksi oleh beberapa negara, tetapi
produsen utamanya adalah AS dan Israel”. Dia menambahkan: “Meskipun
relatif gampang dibawa dan mudah diselundupkan, bom plastik ini tak bisa
diperoleh sembarangan pihak, selain amat sulit juga mahal”. Melihat
dampaknya, dia percaya bom di Bali itu punya daya ledak yang luar biasa,
kalau benar itu C-4, tentu itu C-4 yang amat powerfull.
- Joe
Vialls, ahli bom dan investigator independen yang bermukim di Australia
punya pendapat yang berbeda. Menurut hasil investigasi dan analisanya,
bom yang meledak di Bali itu lebih dari C-4. Menurutnya, C-4 itu hanya
hebat di film-film Hollywood yang dibintangi Sylvester Stallone
atau Bruce Willis. C-4 itu sebenarnya hanya lebih baik dari TNT. C-4
yang standar terbuat dari 91% RDX dan 9% Polyisobotciser dan daya ledaknya 1,2 kali lebih baik dari TNT. Yang
pasti kata Joe Vialls: "Skenario bom C-4 tak bisa menjelaskan mengapa
bom Bali menimbulkan cendawan panas dan kawah yang cukup besar. Adanya
cahaya dan cendawan panas setelah lumpuhnya aliran listrik serta
munculnya kawah, bisa menjadi indikasi yang spesifik dari hadirnya
senjata micronuclear. Sejumlah kalangan mempertanyakan tidak adanya radiasi sinar gamma dalam kasus tersebut. Karena radiasi gamma dan neutron
tidak terdeteksi, mereka menyimpulkan tak mungkin ada mikronuklir di
Bali. Sanggahan itu sekilas masuk akal, tapi sebenarnya menunjukkan
kurangnya wawasan akan khasanah senjata nuklir".
-
Nuklir konvensional memang selalu menghasilkan radiasi radio aktif,
sementara yang dipakai di Bali adalah mikronuklir non konvensional yang
disebut SDAM (Special Demolition Atomic Munition). Dilengkapi reflector neutron, mikronuklir ini didesain sedemikian rupa hingga tidak sampai menghasilkan sinar gamma dan neutron yang gampang disidik oleh alat Geiger Counter, limbah yang dihasilkan SDAM itu berupa awan panas dan sedikit sinar alpha.
Maka jika mendeteksi radiasi mikronuklir SDAM dengan menggunakan alat
itu jelas salah alamat, pasti tak akan terukur adanya radiasi gamma dan neutron, kecuali memang di TKP terdapat bahan radioaktif Uranium. Sedangkan bahan yang dipakai untuk membuat SDAM umumnya adalah Uranium 238 dan Plutonium 239. SDAM tidak meninggalkan jejak radiasi neutron dan atau sinar gamma, hanya menghasilkan panas dan sedikit pertikel alpha.
Partikel itu tersedia dalam jumlah amat sedikit, sekitar satu partikel
dalam radius dua meter. Itu pun bisa hilang atau tidak terdeteksi
setelah TKP kena hujan, atau partikel terhirup oleh para korban yang
telah dievakuasi dan diabukan di Australia. Persoalannya, para petugas
kepolisian sudah kehilangan momen dan kesempatan untuk menjejak partikel alpha yang menjadi ciri khasnya.
-
Kepala Staf TNI Angkatan Bersenjata (KSAD) Jenderal Ryamizard Riyacudu
(kini sudah pensiun) mengatakan: “Saya yakin bahwa bom yang meledak di
Bali adalah buatan luar negeri, dan bukan buatan orang Indonesia. Bom
yang begitu dahsyat seperti itu tidak mungkin produk dalam negeri, itu
pasti produk luar negeri”, ujarnya usai memberikan pengarahan kepada
prajurit Kopassus Grup 2 dan Brigif 413 Kostrad di Markas Kopassus Grup 2
Kandang Menjangan Solo (12/11/02). Menurut Ryamizard, ”Indonesia sampai
saat ini belum mampu membuat bom Atom, bom Napalm, Mikronuklir atau
sejenisnya. Tapi kalau ada orang kita yang disuruh saya tidak tahu,
serahkan saja pada polisi. Tapi saya yakin ada orang luar yang
terlibat,” jelasnya.
-
Kapten Rodney Cox, seorang tentara Australia mengomentari kejadian
meledaknya bom Bali. Dia menyaksikan langsung dahsyatnya bom tersebut,
karena berada di dekat TKP, katanya: “Saya pernah mengikuti kursus
Demosili, tapi tak pernah menyaksikan efek ledakan yang begitu hebat".
Kesaksiannya yang cukup detail itu mengundang analisis lebih jauh
terhadap identitas bom Bali. “Pernyataan listrik mati sebelum adanya
kilatan cahaya pra ledakan telah menjadi petunjuk kuat dan tak
terbantahkan, bahwa masa kritis dari suatu senjata mikronuklir telah
tercapai“ kata Joe Vialls. Bom kecil di Paddy’s Bar hanya menimbulkan
kerusakan lokal, 10 detik kemudian meledaklah bom ke-2 di Sari Club yang
sangat dahsyat, menyebabkan seluruh aliran dan jaringan listrik di kota
saat itu lumpuh total oleh pengaruh gelombang elektromagnetik SREMP (Source Region Electromagnetic Pulsa)
yang dipancarkan mikronuklir pada titik kritisnya. Pulsa
Elektromagnetik itu merambat melalui semua medium pada kecepatan cahaya
(300.000 km/jam). Karena itu Kapten Cox menyatakan, bahwa listrik mati
sebelum dia menyaksikan semburan api dan awan panas di atas permukaan
jalan. Laporan yang disusun oleh Kapten Jonathan Garland, wartawan koran
resmi Angkatan Bersenjata Australia itu rupanya telah membuat keki dan blingsatan pemerintah dan petinggi militer Australia. Mereka khawatir kesaksian itu akan menjadi blunder
bagi Australia di masa depan, maka dengan memo seorang menteri, laporan
dan kesaksian penting itu kemudian dihapus dari situs ARMY.
0 komentar: